Kapal tongkang bermuatan 8000 ton pembawa batu bara, hilir mudik sembari menjaga liyangan, berharap batubara akan bersih, mungkinkah hal itu akan terjadi ?

Bahara Kalimantan – sore itu kapal pembawa tongkang batubara melaju kian mendayu. Seolah menapaki jejal lautan dengan segala tapal batasnya. Namun siapa kira, bahwa hal itu demi bersama, menjaga kebutuhan Listrik negara kita Indonesia.



Batubara merupakan rasio tertinggi akan kelangsungan Listrik Indonesia, dikarenakan bahannya yang melimpah, cepat dan prosesnya yang cukup murah. Bukan batubara yang kian salah sebagai sumberdaya. Namun bagaimana cerita dibalik, dikurasnya energi ini.

Jika anda menyaksikan dengan seksama dalam Dokumenter ini, sangat jauh sekali fakta akan Pemilihan Presiden 2019-2025. Mungkin jika sutradara tidak bebal, bisa saja dibuat kontroversial sebelum pemilihan Presiden, namun video ini diunggah di Youtube setelah pemilu. Dan sampai dengan kritikan ini dibuat, semoga masyarakat luas kelak tahu dan berhemat akan energi Listrik, khususnya Jawa-Bali.

Dan fakta yang membuat kematian berlangsung juga tidak lepas akan Bisnis Sexy nama-nama pejabat yang terlibat, dalam dokumenter ini. Namun sebagai masyarakat awam, hendaknya kita mengetahui akan pentingnya berhemat Listrik dan kematian akan bisnis ini.

Sexy Killers? Siapa yang memulai ?

Sexy killers bukanlah faham dikotomis tentang pasangan yang berbulan madu. Namun film dokumenter ini menceritakan ikhwal bagaimana sumber energi ini dihasilkan dan dalang yang pelan-pelan mematikan dibaliknya.

3500 lubang diperkirakan, kisaran tahun 2014-2018, menurut fakta di Film Dokumenter ini dinyatakan, ada ratusan warga tewas di lubang bekas tambang. Bukan semata lalai, tetapi tapal batasnyapun jua tidak jelas dan dekat dengan permukiman warga.
“Bumi dikupas untuk diambil batu-baranya, meski disebut batu, sesungguhnya ia merupakan sisa tumbuh-tumbuhan yang mengendap selama 200-300 juta tahun.” Imbuh narator dalam film ini.


Ratusan jua yang meninggal dalam dokumenter ini, menunjukkan bumi seolah mematikan makhluknya, dibawah bendera dalang si-empunya, namun Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) selalu lolos sejak tahun 2013 di persidangan sampai saat ini.

AMDAL tentang lingkungan dan tentang seksinya bisnis tambang Batu Bara, patah berkali-kali di persidangan. Jejal buai masyarakat tak berdaya akan aksi protes fakta ini seperti Santunan mayat hidup jua pun tak memperoleh, malah penjara kian yang marak jika sangat tegun dan berani. Di film ini, Transmigran asal Bali, yakni Nyoman Derman, Desa Kertabuana, Kab. Kutai Kertanegara pernah dipenjara karena aksi protesnya. Dan anaknya Ketut sembari menjaga ayah sebagai orangtua sematawayang, bercita-cita sekolah Hukum berkat masalah yang menimpa ayahnya.

Dalam pertanggungjawabannya, Sangat disayangkan akan tanggapan Gubernur Kaltim Isran Noor, sebagai penjamin monotarium hukum dalam kebijakan daerah akan pertambangan.


Lebih jauh lagi dia masih sempat berkomentar sinis dalam cuplikan dokumenter tersebut.
“Kan sudah ditandai Waspada dia area itu, Jangan-jangan ada hantunya kubangan itu?”


Desa Mulawarman, Tenggarong Sebrang. Kutai Kertanegara

Jika menganut Perda, seharusnya jarak bebas tambang dengan permukiman warga adalah 500 m dari permukiman. Namun fakta dilapangan, kubangan itu tidak diberi batas dan plang akan bahaya. Malah penambangan ilegal di tanah yang non milik sering terjadi hingga sebagian rumah warga terkena imbasnya.
Terlebih dalam beberapa pembangunan PLTU-nya juga sangat memprihatinkan. Bukan karena PLTU itu salah, namun manusia-manusia dibaliknya, terutama petani seolah sangat terbatas menggarap ladangnya.
Bagaimana  tidak, lahan yang belum dijual, langsung dipagari (pagar proyek) dan petani seolah diharap mengalah akan kenyataan ini. Dan di pengadilan mereka kalah dan malah dijatuhi hukuman 7 Bulan penjara.


Petani di PLTU Batang, Jateng yang butuh meraup sesuap nasi di lahannya sendiri, namun tapal batas proyek pembangunan PLTU memagari dengan seksama wilayah garapan radius beberapa meter.

PLTU Batang merupakan Mega Proyek yang sedang dibangun saat ini di Jawa Tengah. Dan dalam prosesnya juga memenjarakan beberapa petani yang bersikeras tidak menjual sawahnya. Petani divonis 7 bulan atas dakwaan pengadilan tinggi karena menghambat proses pembangunan. Sungguh miris di negeri hukum yang kerdil/tajam kebawah dan sangat tumpul ke rakyat atas.

Namun bukan hanya di pembangunan PLTU saja, di dokumenter ini PLTU juga mengakibatkan kematian akibat AMDAL-nya diloloskan. Khususnya di PLTU Celukan Bawang Palu Donggala.

Penelitian oleh Green Peace yang bekerja sama dengan Harvard University, PLTU batubara di Indonesia menyebabkan kematian prematur 6500 jiwa / Tahunnya (Sekitar 17 Orang tiap harinya).

Dan fakta ini juga bisa dibuktikan di Kelurahan Panau saja, Palu, Donggala. Dari rentang tahun 2007-2017, Terdapat 8 orang meninggal akibat penyakit Kanker dan Paru-paru. Belum termasuk yang menderita sakit asma atau Kanker Novasaring yang didokumenter pada menit 1,01. DI Akhir dokumenter film Sexy Killer ini.



Penderita Kanker Novasaring Std.4, yang akhirnya meninggal setelah 9x Kemoterapi di RS Kanker Darwais, Jakarta

Jika anda menyaksikan dengan seksama dalam Dokumenter ini, sangat jauh sekali fakta akan Pemilihan Presiden 2019-2025. Mungkin jika sutradara tidak bebal, bisa saja dibuat kontroversial sebelum pemilihan Presiden, namun video ini diunggah di Youtube setelah pemilu. Dan sampai dengan kritikan ini dibuat, semoga masyarakat luas kelak tahu dan berhemat akan energi Listrik, khususnya Jawa-Bali.

Dan fakta yang membuat kematian berlangsung juga tidak lepas akan Bisnis Sexy nama-nama pejabat yang terlibat, dalam dokumenter ini. Namun sebagai masyarakat awam, hendaknya kita mengetahui akan pentingnya berhemat Listrik dan kematian akan bisnis ini.

Semoga dengan Sinopsis dan kritikan ini, banyak masyarakat yang menjadwalkan NOBAR (Nonton Bareng) Film Dokumenter Sexy Killers dan bisa dijadikan sebagai bahan pertimbangan khusus akan kelangsungan Indonesia kedepannya.


Ditulis ulang dan foto diambil dari referensi Film Sexy Killers, pada 14 April 2020.
Oleh Rekan J. Pers Media, PAC IPNU-IPPNU Prambon.